Monday, November 14, 2011

Little About Ciung Wanara or Situ Karangkamulyan

Ciung Wanara atau Situ Karangkamulyan adalah obyek wisata yang sekaligus bisa menjadi obyek pembelajaran khususnya pelajaran nilai-nilai sejarah bagi para siswa maupun mahasiswa bahkan kalangan umum. Obyek ini merupakan sebuah situs purbakala bersejarah dan situs arkeologi yang terdapat di Desa Karangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis, Jawa Barat.
            Obyek wisata yang satu ini, sangatlah berkesan bagi kami, siswa SMA Negeri 1 Cilacap yang sedang melaksanakan study lapangan. Ketika kami baru saja memasuki obyek tersebut, puluhan bahkan ratusan monyet menyambut dengan suara yang khas dan tingkah laku yang menggelikan namun bisa menimbulkan ketakutan para siswa khususnya anak perempuan.
            Menurut bapak penjaga Situ Karangkamulyan, monyet-monyet tersebut dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
a.      Kelompok monyet depan.
b.      Kelompok monyet tengah; dan
c.       Kelompok monyet belakang.
Itu semua dibagi berdasarkan letak di mana monyet itu berada, misal di depan setelah pintu masuk, di sepanjang perjalanan, atau di akhir perjalanan mengelilingi Situ Karangkamulyan. Beliau juga menuturkan, monyet tersebut berjenis yang sama dan ada satu lagi alasan mengapa monyet-monyet tersebut dikelompokan. Semua dikarenakan jika mereka bersatu, maka mereka akan saling bertengkar. Dan satu pengetahuan yang kami dapat, ‘lutung’ disebut juga dengan monyet hitam.
            Setelah kami berjalan melewati monyet dan berusaha menyembunyikan makanan yang kami bawa agar tidak dirampas si monyet, kami menuju tempat sejarah di obyek tersebut. Udara di sana sangatlah sejuk, namun meskipun rimbun dengan pepohonan, nampaknya tidak membuat kami merasa sejuk. Sekujur tubuh kami tetap berkeringat, padahal jaket yang kita kenakan sudah dilepas. Mungkin ini semua akibat banyaknya orang di sana dan mm... atau mungkin akibat dari pemanasan global ya? Tapi, itu tak membuat semangat kami luntur begitu saja.
            Kami meneruskan perjalanan, dan tak begitu lama kami berjalan, sampailah di tempat bersejarah pertama yaitu ‘Pancalikan’ atau biasa disebut dengan singgasana. Pancalikan merupakan batu bertingkat berbentuk segi empat yang digunakan untuk tempat pemujaan. Di sana ada pemandu yang bersedia menjelaskan kronologi tempat ini, sayangnya karena kami sudah tertinggal jauh, kami hanya mendapat sedikit rekaman langsung dari kakak pemandu itu. Dan susahnya lagi, untuk dapat merekam apa yang dibicarakan oleh kakak pemandu harus rela berdesakan dengan yang lain dan harus rela berdiri ditemani sinar matahari yang cukup membuat badan semakin berkeringat. Itu bukan masalah, yang penting kami bisa mendapat informasi meskipun hanya sedikit.
            Lepas dari pancalikan, kami meneruskan perjalanan kami berikutnya. Karena jaraknya lumayan jauh, kami menyempatkan diri untuk mencatat tanaman apa saja yang ada di sana untuk tugas mapel biologi. Kami juga sempat bertanya langsung dengan bapak penjaga Situ Karangkamulyan.
            Dari pancalikan, kami jalan terus dan belok ke kiri. Akhirnya, kami sampai di lokasi selanjutnya yaitu ‘Sahyang Bedil’. Sahyang bedil merupakan tempat penyimpanan senjata. Pintu sahyang bedil menghadap ke utara dan di depan pintu masuk terdapat struktur batu yang berfungsi sebagai sekat. Di dalam sahyang bedil terdapat dua menhir yang memperlihatkan tradisi megalitik.
            Tak jauh dari situ, tepatnya di sebelah persis sahyang bedil terdapat tempat ‘Penyabungan Ayam’ yang kira-kira hanya berjarak 5 meter saja. Penyabungan ayam merupakan sebuah ruangan terbuka yang letaknya lebih rendah dari sahyang bedil. Masyarakat sekitar berpendapat tempat ini untuk penyabungan ayam Ciung Wanara dan ayam raja. Si sekitar tempat penyabungan di kelilingi pohon yang besar dan tempatnya sangat teduh tak kalah dengan tempat-tempat sebelumnya.
            Setelah di rasa cukup untuk melihat-lihat, kami naik ke atas kembali untuk meneruskan perjalanan. Dari tempat penyabungan ayam kami berjalan lurus dan berbelok ke kanan. Ada obyek yang membuat kami tertarik dan menarik kami untuk berhenti sebentar sekedar untuk berfoto. Sebuah pohon tua yang sangat besar. Tinggi dan diameternya cukup untuk membuat satu rumah mungil. Tak banyak daun di sana namun sangat membuat kami semua terkagum-kagum. Bentuk dari pohonnya unik dan jarang ditemui di Cilacap. Nama pohon itu adalah binung. Kami berfoto layaknya artis yang sedang menjalanin masa pemotratan. Yah, menjadi artis sekejap tidak dilarang kan?
            Puas kami berfoto dengan pohon yang cantik itu, kami berjalan lurus terus dan jaraknya sangat jauh dari tempat sebelumnya. Kami juga harus mendaki sisi tangga yang masih dalam masa pembangunan. Itu sangat licin dan becek akibat turun hujan. Pendakian itu menuntut kami agar terus waspada dan hati-hati, sebab jika kita lengah bisa jadi terpelesat bahkan terjatuh di jurang kecil di bawahnya. Kami juga harus merelakan sepatu kami kotor, padalah kami sudah berhati-hati supaya tetap bersih agar di Asia Plaza nanti penampilan kami tetap oke.
            Di tengah perjalanan, kami dikejutkan dengan penemuan seekor kaki seribu yang ukurannya besar di bawah pohon. Tentu itu sebuah obyek pemotretan yang bagus.
            Sampailah kami di lokasi selanjutnya, ‘Lambang Peribadatan’. Ini merupakan sebagian dari kemuncak, masyarakat sekitar menyebutnya sebagai stupa. Oh iya, untuk mencapai tempat ini, butuh tenaga yang kuat loh. Sebab, jika kami tidak memiliki stamina yang baik, bisa-bisa ambruk di tengah jalan.
            Bersabarlah sebentar, karena kami akan mencapai puncak dari tempat bersejarah dari Situ Karangkamulyan ini. Dan sampailah di lokasi terakhir ‘Pamangkonan’. Setelah sampai di sana, kami duduk sebentar di kursi kaya yang tersedia. Teman, jika kalian akan makan atau minum, hati-hati ya. Puluhan monyet siap menyerang makanan yang kita bawa, gerak-geriknya lincah sekali loh. Sebagian dari teman satu kelompok masih tertinggal di belakang dan sebagai tim yang kompak, kami harus menunggu anggota lainnya. Banyak teman-teman kita yang sedang asyik berfoto di sana. Kami? Sudah cukup lelah untuk narsis. Hehe.
            Dan sampai di sini cerita kami di lokasi Situ Kamulyan/Ciung Wanara. Pengalaman yang indah semenjak kami bersekolah di SMA Negeri 1 Cilacap.


Sumber : Kelompok Study Lapangan X-A ; Dewi A, Dinar P, F RLina F, Fisca A, MP Regina,      Rosmawati, Vertika A
Penyusun : F RLina F (bidang mapel B. Indonesia)

No comments:

Post a Comment